My Ping in TotalPing.com

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ ٬ اسَّلآمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

AHLAN WA SAHLAN

Selamat berkunjung; Selamat mengikuti dakwah guna meningkatkan aqidah dan syariah sebagai penambah bekal Pulang ke Kampung Akhirat. Mulai diluncurkan 18 Pebruari 2011, Insya Allah, diposting sampai menjelang akhir hayat.

وَسَّلَا مُ عَلَيكُمْ وَرَهْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَا تُهُ

Salam Hormatku dan Keluarga

situs aqidah syariah ini : http://aslam3.blogspot.com klik situs fiqh sunah : http://aslam5.blogspot.com

Friday 18 February 2011

001. MENCARI TUHAN


Manusia, selalu memiliki kecenderungan mempertuhankan sesuatu yang memiliki kekuatan melebihi dirinya

Dinginnya malam menghiasi perjalanan malam Jumat di Permukiman Pondok Kelapa bersinarkan lampu listrik, menunggu tausiah Bahjedun, dalam pembukaan perdana Pengajian Tausiah Tali Asih; yang didalamnya terkandung makna saling asah, asih dan asuh atau berkekeluargaan dan saling menyayangi sebagai sesama mukmin.
 “Para taklim yang Insya Allah selalu ditambahkan karunia Nya”; begitu Bahjedun membuka tausiah; “Keadaan yang paling sering mendorong manusia berkomunikasi dengan Tuhan, ketika menghadapi keadaan darurat; lihat saja, seorang ibu yang anaknya ikut menumpang kendaraan yang mengalami kecelakaan, tak henti-hentinya memohon, agar anaknya selamat. Begitu juga, ketika pesawat terbang yang ditumpangi menerjang awan Comulus sehingga terjadi goncangan, maka tak sebuah mulutpun yang tidak komat-kamit, memohon keselamatan; entah tuhan yang mana ”; berhenti sebentar, sementara para taklim saling berbisik, saling bercerita membenarkan pembicaraan Bahjedun.
Lalu diteruskan, “Ketika Nabi Ibrahim ع mencela pamannya, Azar, yang menyembah berhala, beliaupun mencari satu kekuatan yang dianggap dapat menjadi penolong hidupnya. Sikap beliau terhadap berhala, disebabkan tidak berfungsinya berhala sebagai penolong. Lalu dalam QS Al An`am (6):76, berisi firman Nya,
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَباً قَالَ هَـذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ ﴿٧٦﴾
Makna ayat ini, Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Firman yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Rasulullah ص  ini mengisahkan ketika Nabi Ibrahim ع berusaha mencari tuhan sebagai penolong hidupnya. Keyakinan akan bintang sebagai tuhannya luntur, ketika bintang itu tenggelam; lalu pada ayat-ayat berikutnya dikisahkan, Nabi Ibrahim ع ingin menuhankan rembulan, matahari; tetapi karena semua itu hilang dari pandangan matanya, maka beliaupun lalu berlepas dari dari penuhanan atas benda-benda itu”; terhenti bicara, karena ada taklim yang ingin bertanya; setelah diiyakan, lalu katanya, “Pak Ustadz, apakah seorang Nabi, seperti Nabi Ibrahim ع  itu semula tidak beriman kepada Allah س ?”.
Atas pertanyaan ini, Bahjedun mengemukakan, “Ketika beliau mencari tuhan, belum ditetapkan sebagai Nabi/Rasul; atas dasar pencarian tuhan inilah, lalu muncul dalam pikirannya, tentu ada pencipta dari semua benda-benda yang mengagumkan itu. Kisah ini dapat ditelusuri lebih lanjut dalam QS Al An`am (6):79 yang memuat firman Nya,
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفاً وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٧٩﴾
Makna ayat ini, Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Pada ayat inilah, terdapat penegasan, beliau mencari Tuhan yang mencipta langit dan bumi, tentu dengan segala isinya; dan sejak inilah beliau ditetapkan menjadi Nabi/Rasul”; berhenti sejenak.
Lalu diteruskan, “Kisah pencarian sesuatu yang dianggap melebihi kekuatan dirinya dan dapat mempengaruhi jalan hidup, terjadi sampai masa kini. Kita perhatikan, ada yang melakukan upacara sedekah laut, karena laut dianggap memiliki kekuatan yang menentukan rizkinya; lalu ada sedekah kepada Dewi Sri; ada sedekah bumi, dan banyak upacara lainnya. Sekalipun begitu, masih banyak kaum muslim yang bersyahadat dan menunaikan Rukun Islam, sekalipun mungkin tidak lengkap, tetapi masih tetap mempertahankan penuhanan selain kepada Allah س; misalnya menuhankan makam yang dikeramatkan, keris pusaka, jimat, yang semuanya itu dianggap menjadi penolong terdekat dalam hidupnya”.
“Kisah Nabi Ibrahim ع itu, bukan terjadi dalam satu, dua hari atau seminggu atau sebulan, melainkan bertahun-tahun lamanya. Alhamdulillah, atas hidayah Nya jua, beliau kembali kepada pemikiran, ada pencipta atas semua benda itu; sedangkan sebagian kaum muslim di negeri kita, belum menyadari kesalahan itu, dan mengangggap upacara seperti itu sebagai ritual budaya yang harus dilestarikan. Dalam pandanganku, budaya patut dilestarikan tetapi jangan melestarikan penuhanan selain kepada Allah س. Kesadaran Nabi Ibrahim ع  akan adanya pencipta dari semua benda yang dahulu pernah dipertuhankan, dapat dicermati dalam QS Al An`am (6):80, berisi firman Nya,
وَحَآجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلاَ أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلاَّ أَن يَشَاءَ رَبِّي شَيْئاً وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً أَفَلاَ تَتَذَكَّرُونَ ﴿٨٠﴾
Makna ayat ini, Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Ayat ini, selain berisi penegasan tiada tuhan selain Allah س, juga berisi dakwah beliau sebagai Rasul Allah untuk mengajak kaumnya melepaskan diri dari api yang pada saat itu dipertuhankan kaumnya”; ketika berhenti bicara, ada yang bertanya, “Pak Ustadz, bagaimana wujud Tuhan dalam Islam?”
Ketika dilihatnya jam yang melingkar di tangannya memberi isyarat sudah satu jam lamanya ia bertausiah, lalu dikatakan, “Para taklim yang Insya Allah selalu ditinggikan derajatnya; pertanyaan itu, dapat kita bahas pada tausiah mendatang”; lalu Bahjedun menutup tausiah malam ini, disertai lafadz hamdalah dan diakhiri doa dan ucapan salam; para taklim pun menjawab lirih. Sambil berbicara satu sama lain, para taklim bersegara meninggalkan tempat tausiah di malam yang berhiaskan hujan rintik.

No comments:

Post a Comment